REVIEW FITOREMEDIASI TANAH TERCEMAR LOGAM BERAT DAN HIDROKARBON AKIBAT KEGIATAN INDUSTRI
1.
PENDAHULUAN
Pencemaran tanah akibat kegiatan industri umum
terjadi di seluruh wilayah, dan kontaminan yang paling banyak mencemari tanah
adalah logam berat dan hidrokarbon. Rekapitulasi jenis kontaminan yang umum
ditemukan di beberapa negara di dunia dan jumlah lahan yang terkontaminasi,
dapat dilihat pada Tabel 1 dan Tabel 2.
Tabel 1.
Rekapitulasi Jenis Kontaminan Yang Umum Ditemukan di Tanah Tercemar
Untuk mengurangi ataupun meremediasi tanah tercemar, salah satu teknik yang dapat digunakan adalah fitoremediasi. Fitoremediasi pada umumnya menggunakan tumbuhan dan beberapa jenis bakteri yang berada di dekat sistem perakaran tumbuhan. Walaupun terdapat beberapa batasan dan hambatan dalam aplikasinya, fitoremediasi mempunyai banyak keunggulan antara lain cost-effective, mudah diaplikasikan, meningkatkan kualitas tanah, mengurangi gas rumah kaca, sesuai untuk semua iklim wilayah, mengurangi paparan kontaminan ke lingkungan sekitar, tidak menghasilkan polutan baru, serta memberikan tambahan estetika pada tanah tercemar. Namun harus diperhatikan bahwa logam harus dalam bentuk bio-available terhadap tumbuhan, jika logam terikat dengan bahan organik yang ada dalam tanah, maka logam tersebut tidak dapat diserap oleh tumbuhan (Sarma, 2011). Begitu pula, jika logam tersebut terlarut dalam air, maka tidak dapat diserap dan diakumulasikan oleh akar tumbuhan. Metode fitoremediasi yang dapat digunakan untuk remediasi tanah tercemar logam berat dan hidrokarbon, antara lain: fitodegradasi, fitoakumulasi, fitovolatilisasi, rhizodegradasi, dan fitostabilisasi (ITRC, 2001). Namun, tidak menutup kemungkinan penggunaan metode fitoekstraksi untuk removal kontaminan.
2.
PENGKONDISIAN TANAH SEBELUM PROSES FITOREMEDIASI
Sebelum dilakukan proses
remediasi, perlu adanya proses karakterisasi dan pengkondisian tanah, agar
kinerja proses fitoremediasi dapat berjalan sesuai dengan yang diharapkan. Pada
Tabel 3 berikut, ditunjukkan
analisis karakteristik tanah dan pengkondisian yang harus dilakukan.
Tabel 3. Analisis Karakteristik Tanah dan Pengkondisian yang Diperlukan
Tabel 3. Analisis Karakteristik Tanah dan Pengkondisian yang Diperlukan
Sumber:
Gawel, 2006.
|
3. TUMBUHAN UNTUK PROSES FITOREMEDIASI TANAH
3.1. KARAKTERISTIK TUMBUHAN
Tumbuhan yang akan digunakan untuk
fitoremediasi, setidaknya harus mempunyai beberapa karakteristik berikut
(Marquez et al., 2009; Pivetz, 2001;
Sarma, 2011):
a.
Mempunyai ketahanan yang tinggi terhadap pH dan
salinitas tinggi, kondisi lingkungan yang ekstrem (terlalu basah atau terlalu
kering), logam berat dan kontaminan lainnya.
b.
Dapat mengakumulasi berbagai macam logam
berat atau kontaminan lain, serta menstranlokasikan ke bagian lain dari tubuh tumbuhan.
c.
Pertumbuhannya cepat dan mempunyai biomassa
yang besar
d.
Mempunyai sistem perakaran yang padat, banyak,
dan tingkat kedalaman akar yang cukup
e.
Mudah perawatannya, mempunyai umur yang
panjang, dan mudah berkembang biak
f.
Mempunyai kemampuan alelopathy (dapat mengeluarkan enzim ataupun substansi lain yang
dapat meningkatkan proses biodegradasi) dan mampu berhubungan simbiotik dengan
bakteri rhizosphere.
g.
Dapat memetabolisasi kontaminan tanpa
menghasilkan produk lain yang lebih berbahaya, dan dapat
mengurangi/mentransformasi kontaminan ke dalam bentuk yang tidak berbahaya
h.
Mempunyai ketahanan yang tinggi terhadap
penyakit ataupun hewan perusak
3.2. JENIS TUMBUHAN
Tumbuhan untuk proses
fitoremediasi dikelompokkan dalam 3 (tiga) jenis, yaitu: tumbuhan indigenous (tumbuhan lokal), tumbuhan invasive (bukan tumbuhan asli daerah
setempat, umumnya merupakan tumbuhan pengganggu/gulma), dan tumbuhan budidaya.
4.
FITOPROSES YANG TERJADI DALAM TUMBUHAN
Dalam proses
fitoremediasi, jejak kontaminan dalam tanah tercemar, resiko ekologi. dan waktu
untuk proses remediasi yang diperlukan dapat dihitung melalui
persamaan-persamaan pada Tabel 5. Masing-masing
fitoproses tersebut menunjukkan aktivitas tumbuhan dalam menyerap,
mengakumulasi, dan mentransfer kontaminan pada jaringan tubuh tumbuhan yang
lain.
Tabel 5. Persamaan Fitoproses Pada Tumbuhan
Untuk Remediasi Tanah Tercemar
Fitoproses
|
Persamaan
|
Biokonsentrasi (BCF) 1)
|
dimana: Cr = konsentrasi kontaminan dalam tumbuhan
Ct =
konsentrasi kontaminan dalam media tumbuhnya
|
Bioakumulasi (BAF)1)
|
BAF = Cs/Cl
dimana: Cs = konsentrasi kontaminan dalam tumbuhan
Cl = konsentrasi
kontaminan di lingkungan media tumbuhnya
|
Translokasi (TF) 1)
|
dimana: Cx = konsentrasi kontaminan di akar tumbuhan
Cy
= konsentrasi kontaminan di bagian tumbuhan yg lain
|
Transpirasi (Tr) 1)
|
Tr = ET/E
dimana: ET= evapotranspirasi
E = evaporasi
|
Ekstraksi kontaminan2)
|
Ekstraksi kontaminan (µg/tumbuhan)
= Cl x Bi
dimana: Cl = konsentrasi kontaminan di jaringan tubuh tumbuhan
Bi =
biomassa tumbuhan
|
% Remediasi3)
|
% kontaminan yang dapat dihilangkan oleh 1 tanaman
% remediasi = (Cr x Bi/Ct x Ma) x 100%
atau
% remediasi =(BCF x Bi)/Ma x 100%
dimana:
Cr =
konsentrasi kontaminan di akar tumbuhan
Bi = biomassa tumbuhan
Ct =
konsentrasi kontaminan dalam tanah
BCF = Faktor biokonsentrasi
Ma = Massa tanah di sistem perakaran tumbuhan
|
Waktu remediasi2)
|
Waktu remediasi (thn) = (Ct x Mt)/Cs x Bs x n dimana:
Cs =
konsentrasi kontaminan di batang tumbuhan
Ct =
konsentrasi kontaminan dalam tanah
Bs = biomass batang tumbuhan
Mt = massa tanah
n = frekuensi panen tumbuhan |
Sumber:
1)
Mangkoedihardjo dan Samudro, 2010; 2)
Zhang et al., 2010; 3)
Zhao et al., 2003
Pada mekanisme
fitoremediasi, perpindahan zat dari media tumbuhan ke dalam tumbuhan
melalui proses transpirasi dapat mengakumulasi zat dalam tumbuhan. Potensi
akumulasi zat dalam tumbuhan dapat diprediksi dari faktor biokonsentrasi (BCF)
dan koefisien partisi oktanol air (Pow) (Mangkoedihardjo dan Samudro, 2010). Adanya hubungan
transpirasi dan bioakumulasi pada tumbuhan dapat diketahui dari proses penyerapan polutan yang sekaligus disertai oleh penyerapan air (H2O) dan oksigen (O2) yang ada
pada tanah. Polutan, air dan O2 akan terbawa menuju batang di dalam jaringan xylem dan kemudian terakumulasi pada batang.
Gambar 1. Mekanisme
Fitoremediasi (Rock et
al., 2012)
Pada tanah yang
terkontaminasi oleh banyak pencemar, BAF dan BCF mempunyai hubungan yang sangat
penting. Apabila nilai BAF atau BCF rendah, maka dapat dijadikan petunjuk bahwa
pencemar mengalami transformasi dalam tumbuhan atau lepas ke udara mengikuti aliran
transpirasi. Namun jika nilai BAF atau BCF tinggi, maka pencemar dapat
diindikasikan telah terakumulasi ke dalam tumbuhan (Mangkoedihardjo dan
Samudro, 2010). Pada kondisi tertentu, seperti ketika jenis
polutan tergolong completely water
soluble, nilai BCF akan sama dengan nilai BAF. Hal ini dikarenakan polutan
yang completely water soluble akan
lebih mudah diserap oleh tumbuhan, baik dari tanah, atau lingkungan sekitar
media tumbuhnya.
4.1. TUMBUHAN HYPERACCUMULATOR
Hyperaccumulator pada umumnya digunakan untuk mendefinisikan
kemampuan tumbuhan mengakumulasi logam berat dalam jumlah yang sangat besar di
bagian jaringan tubuhnya (Marques et al.,
2009). Hipertoleransi terhadap kontaminan merupakan kunci utama dari tumbuhan
dan merupakan bagian genetik dari tumbuhan tersebut. Karakteristik tumbuhan hyperaccumulator menurut beberapa studi
terdahulu, antara lain:
a.
Konsentrasi logam yang ada pada batang tumbuhan
harus > 1% (untuk Zn dan Mn); >0,1% (untuk Al, As, Se, Ni, Co, Cr, Cu,
dan Pb), dan > 0,01% untuk Cd (Baker dan Brooks, 1989 dalam Marques et al., 2009).
b.
Nilai faktor translokasi (TF > 1) (McGrath
dan Zao, 2003 dalam Marques et al.,
2009).
c.
Nilai faktor bioakumulasi (BAF > 1) (McGrath
dan Zao, 2003 dalam Marques et al., 2009).
Hiperakumulasi logam
berat pada tumbuhan tergantung pada jenis tanaman, kondisi tanah (pH, kandungan
bahan organik, kapasitas ion exchange, dll), serta tipe dari logam berat itu
sendiri (Sarma, 2011). Kemampuan hiperakumulasi tumbuhan bersifat spesifik
untuk masing-masing tumbuhan, dalam hal ini gen spesies tumbuhan memiliki
kontribusi dalam hiperakumulasi dan transport logam.
Tumbuhan memiliki gen
yang dapat memproduksi enzim seperti metal
tolerance protein yang berfungsi untuk detoksifikasi dan karakteristik
toleran tumbuhan terhadap logam. Tumbuhan juga mempunyai phytochelatins yang
diproduksi oleh enzim phytochelatin
synthase serta antioxidative defense
system yang dapat berguna untuk detoksifikasi logam dan melindungi tumbuhan
dari stres akibat pengaruh logam berat (Sarma, 2011).
FAKTOR BIOKONSENTRASI (BCF), BIOAKUMULASI
(BAF), DAN TRANSLOKASI (TF) BEBERAPA TUMBUHAN DALAM MEREMOVAL LOGAM BERAT
Berdasarkan penelitian
terdahulu yang dilakukan oleh Nazir et al.
(2011), beberapa spesies tumbuhan dapat digunakan untuk meremoval logam berat
dengan nilai BAC, TF, dan BCF yang bervariasi. Dilihat pada Tabel 6, masing-masing spesies
mempunyai nilai BAC, TF, dan BCF yang spesifik untuk masing-masing jenis logam
berat. Jenis tumbuhan hyperaccumulator pada Tabel 6 tersebut, dapat ditunjukkan oleh nilai BAC dan TF yang >
1.
Sumber: 1)
Nazir et al., 2011; 2) Mkumbo et al., 2012
|
*Keterangan: spesies tanaman yang berwarna
biru termasuk ke dalam tanaman hyperaccumulator
5.
DASAR PEMILIHAN TUMBUHAN UNTUK FITOREMEDIASI
Beberapa faktor yang
mendasari pemilihan tumbuhan untuk fitoremediasi, antara lain:
§ Apakah setiap tumbuhan bisa digunakan untuk fitoremediasi tanah
§ Faktor apa yang mendasari perbedaan kemampuan fitoremediasi tiap tumbuhan
§ Faktor apa yang mendasari perbedaan kemampuan fitoremediasi pada tiap
kontaminan pada tiap tumbuhan
§ Apa pengaruh kontaminan tanah terhadap fisiologis dan perkembangan tumbuhan
§ Jenis dan sifat kontaminan
§ Konsentrasi kontaminan
§ Kedalaman dan persebaran kontaminan pada profil
tanah
§ Lokasi lahan tercemar (apakah lahan bekas aktivitas, lahan yang sedang
digunakan untuk aktivitas, atau lahan yang akan digunakan untuk aktivitas).
5.1. PENINGKATAN KINERJA PROSES FITOREMEDIASI
Peningkatan kinerja
proses fitoremediasi dipengaruhi oleh adanya hubungan simbiosis antara jamur mycorrhizal, bakteri pendukung
pertumbuhan tumbuhan, dan akar tumbuhan. Jamur mycorrhizal dapat meningkatkan toleransi tumbuhan pada stres akibat
masuknya kontaminan dalam tanah, sedangkan bakteri dapat mengurangi tingkat
stres yang ada dalam tanah serta menguraikan logam-logam berat atau kontaminan
lain dalam tanah (lihat Tabel 7).
Tabel 7. Beberapa Contoh
Spesies Bakteri dan Efeknya Pada Tumbuhan
Sumber: Marques et al., 2009.
6.
PASCA REMEDIASI
6.1.
MONITORING
Selama proses remediasi, monitoring harus dilakukan untuk
mengetahui sejauh mana proses remediasi telah berlangsung, mengetahui
perbandingan sebelum dan sesudah proses remediasi, serta untuk menguji apakah
terjadi efek rebound. Pada umumnya
proses fitoremediasi akan berlangsung antara 3-4 tahun (Gawel, 2006). Apabila
selama proses tersebut terjadi suatu kendala, maka dapat dilakukan penyesuaian
untuk meningkatkan kinerja proses. Selanjutnya proses verifikasi harus
dilakukan secara bertahap untuk menganalisa pencapaian proses remediasi sesuai
kriteria jangka pendek, menengah, dan jangka panjang (Bone, 2010).
Tabel 8. Proses Monitoring
No
|
Waktu Monitoring
|
Deskripsi
|
1
|
Tahun Ke-1
|
Pengontrolan gulma pada tanah remediasi
|
2
|
Tahun Ke-2
|
Analisis konduktivitas listrik, persentase agregasi, dan
bioaktivitas. Setidaknya pada tahun ke-2, proses remediasi telah berjalan
40-50%. Pengontrolan gulma tetap dilakukan 2-3 kali/thn.
|
3
|
Tahun ke-3
|
Analisis konduktivitas listrik, persentase agregasi, dan
bioaktivitas pada titik sampel. Catat jenis dan tingkat pertumbuhan tumbuhan.
Pada tahun ke-3, proses remediasi setidaknya sudah mencapai 70-100%.
|
4
|
Tahun ke-4
|
Proses remediasi harus sudah selesai dan tujuannya
tercapai. Jika belum, maka perlu dilakukan evaluasi ulang pada kondisi tanah,
jenis kontaminan, dan faktor penghambat remediasi lainnya. Lakukan
penyesuaian, seperti pengolahan tambahan jika diperlukan.
|
Sumber: Gawel, 2006.
6.2.
PENUTUPAN LAHAN
Evaluasi
akan menentukan kapan suatu kawasan/lahan yang tercemar harus ditutup. Beberapa
kriteria yang menunjukkan bahwa proses remediasi telah berjalan komplit, antara
lain:
a.
Pertumbuhan tumbuhan
b.
Agregasi tanah à Good (ada 60% agregasi),
Excellent (tanah memiliki kualitas agregasi tanah kebun/taman)
c.
Bioaktivitas tanah à Good (bau tanah cukup
jelas), Excellent (bau tanah sangat jelas)
d.
Konduktivitas elektrik à sesuai petunjuk, EC = 1080
µS/cm
6.3.
PENANGANAN TUMBUHAN
Teknologi yang potensial diterapkan untuk penanganan tumbuhan
pasca remediasi cukup bervariasi. Jika ditinjau berdasarkan faktor
biokonsentrasi (BCF) tumbuhan, maka jenis-jenis teknologi dapat dibedakan
seperti yang terlihat pada Tabel 9.
Sumber: Mangkoedihardjo dan Samudro, 2010.
|
7.
DAFTAR PUSTAKA
Bone. B. 2010. Verification of Remediation of Land Contamination. Environment
Agency, Rio House, Waterside Drive, Aztec West, Almondsbury, Bristol.
Brandon, E. 2013. Global Approaches to Site Contamination Law. Springer Science and
Business Media, Dordrecht, the Netherlands.
European Environment Agency. 2007. Progress
in Management of Contaminated Sites. European Environment Agency, Denmark.
Gawel, L. J.
2006. A Guide for Remediation of
Salt/Hidrocarbon Impacted Soil. North Dakota Industrial Commission,
Brismarck, North Dakota, USA.
Interstate Technology and Regulatory
Cooperation (ITRC) Work Group. 2001. Phytotechnology Technical and
Regulatory Guidance Document. Interstate Technology and Regulatory Council,
USA.
Mangkoedihardjo, S. dan Samudro, G. 2010.
Fitoteknologi Terapan. Graha Ilmu, Yogyakarta.
Marques, A.
Rangel, A., dan Castro, P. 2009. Remediation
of heavy metal contaminated soils: Phytoremediation as a potentially promising
clean up technology. Critical Reviews in Environmental Science and
Technology, Vol. 39, hal. 622-654.
Mkumbo, S., Mwegoha, W., dan Renman, G. 2012.
Assessment of the phytoremediation
potential for Pb, Zn, and Cu of indigenous plant in a gold mining area in
Tanzania. International Journal of Environmental Sciences, Vol. 2 Issue 4, hal.
2426-2434.
Nazir, A., Malik, R. N., Ajaib, M., Khan, N.,
Siddiqui, M. F. 2011. Hyperaccumulators
of heavy metals of industrial areas of Islamabad and Rawalpindi. Pakistan
Journal of Botany, Vol. 43 Issue 4, hal. 1925-1933.
Pivetz, B. E. 2001. Phytoremediation of Contaminated Soil and Groundwater at Hazardous
Waste Sites. US Environmental Protection Agency, USA.
Rock. S, Tsao.
D, Geller. K. 2012. Harnessing Plants for
Environmental Work: Phytotechnologies from the Ground Up. Workshop on Phytotechnologies as Remediation for Contaminated Sites.
Sarma, H. 2011. Metal Hyperaccumulation in Plants: A Review Focusing on
Phytoremediation Technology. Environmental Science and Technology, Vol. 4
Issue 2, hal. 118- 138.
Zhang, X., Xia, H., Li, Z., Zhuang,P., dan
Gao, B. 2010. Potential of four grasses
in remediation of Cd and Zn contaminated soils. Bioresource Technology,
Vol. 101, hal. 2063-2066.
Zhao, F.J., Lombi, E., dan McGrath, S. P.
2003. Assessing the potential for zinc
and cadmium phytoremediation with the hyperaccumulator Thlaspi caerulescens.
Plant and Soil, Vol. 240, hal. 37-43.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar