Rabu, 11 Juni 2014

REVIEW FITOREMEDIASI TANAH TERCEMAR LOGAM BERAT DAN HIDROKARBON AKIBAT KEGIATAN  INDUSTRI

1.         PENDAHULUAN
Pencemaran tanah akibat kegiatan industri umum terjadi di seluruh wilayah, dan kontaminan yang paling banyak mencemari tanah adalah logam berat dan hidrokarbon. Rekapitulasi jenis kontaminan yang umum ditemukan di beberapa negara di dunia dan jumlah lahan yang terkontaminasi, dapat dilihat pada Tabel 1 dan Tabel 2.
Tabel 1. Rekapitulasi Jenis Kontaminan Yang Umum Ditemukan di Tanah Tercemar

Tabel 2. Rekapitulasi Jumlah Lahan Yang Terkontaminasi Di Beberapa Wilayah

Untuk mengurangi ataupun meremediasi tanah tercemar, salah satu teknik yang dapat digunakan adalah fitoremediasi. Fitoremediasi pada umumnya menggunakan tumbuhan dan beberapa jenis bakteri yang berada di dekat sistem perakaran tumbuhan. Walaupun terdapat beberapa batasan dan hambatan dalam aplikasinya, fitoremediasi mempunyai banyak keunggulan antara lain cost-effective, mudah diaplikasikan, meningkatkan kualitas tanah, mengurangi gas rumah kaca, sesuai untuk semua iklim wilayah, mengurangi paparan kontaminan ke lingkungan sekitar, tidak menghasilkan polutan baru, serta memberikan tambahan estetika pada tanah tercemar. Namun harus diperhatikan bahwa logam harus dalam bentuk bio-available terhadap tumbuhan, jika logam terikat dengan bahan organik yang ada dalam tanah, maka logam tersebut tidak dapat diserap oleh tumbuhan (Sarma, 2011). Begitu pula, jika logam tersebut terlarut dalam air, maka tidak dapat diserap dan diakumulasikan oleh akar tumbuhan. Metode fitoremediasi yang dapat digunakan untuk remediasi tanah tercemar logam berat dan hidrokarbon, antara lain: fitodegradasi, fitoakumulasi, fitovolatilisasi, rhizodegradasi, dan fitostabilisasi (ITRC, 2001). Namun, tidak menutup kemungkinan penggunaan metode fitoekstraksi untuk removal kontaminan.
2.         PENGKONDISIAN TANAH SEBELUM PROSES FITOREMEDIASI
Sebelum dilakukan proses remediasi, perlu adanya proses karakterisasi dan pengkondisian tanah, agar kinerja proses fitoremediasi dapat berjalan sesuai dengan yang diharapkan. Pada Tabel 3 berikut, ditunjukkan analisis karakteristik tanah dan pengkondisian yang harus dilakukan.
Tabel 3. Analisis Karakteristik Tanah dan Pengkondisian yang Diperlukan











Sumber: Gawel, 2006.


3.        
TUMBUHAN UNTUK PROSES FITOREMEDIASI TANAH
3.1.  KARAKTERISTIK TUMBUHAN
Tumbuhan yang akan digunakan untuk fitoremediasi, setidaknya harus mempunyai beberapa karakteristik berikut (Marquez et al., 2009; Pivetz, 2001; Sarma, 2011):
a.       Mempunyai ketahanan yang tinggi terhadap pH dan salinitas tinggi, kondisi lingkungan yang ekstrem (terlalu basah atau terlalu kering), logam berat dan kontaminan lainnya.
b.      Dapat mengakumulasi berbagai macam logam berat atau kontaminan lain, serta menstranlokasikan ke bagian lain dari tubuh tumbuhan.
c.       Pertumbuhannya cepat dan mempunyai biomassa yang besar
d.      Mempunyai sistem perakaran yang padat, banyak, dan tingkat kedalaman akar yang cukup
e.      Mudah perawatannya, mempunyai umur yang panjang, dan mudah berkembang biak
f.        Mempunyai kemampuan alelopathy (dapat mengeluarkan enzim ataupun substansi lain yang dapat meningkatkan proses biodegradasi) dan mampu berhubungan simbiotik dengan bakteri rhizosphere.
g.       Dapat memetabolisasi kontaminan tanpa menghasilkan produk lain yang lebih berbahaya, dan dapat mengurangi/mentransformasi kontaminan ke dalam bentuk yang tidak berbahaya
h.      Mempunyai ketahanan yang tinggi terhadap penyakit ataupun hewan perusak

3.2.  JENIS TUMBUHAN
Tumbuhan untuk proses fitoremediasi dikelompokkan dalam 3 (tiga) jenis, yaitu: tumbuhan indigenous (tumbuhan lokal), tumbuhan invasive (bukan tumbuhan asli daerah setempat, umumnya merupakan tumbuhan pengganggu/gulma), dan tumbuhan budidaya.
Tabel 4. Kelompok Spesies Tumbuhan

 

4.         FITOPROSES YANG TERJADI DALAM TUMBUHAN
Dalam proses fitoremediasi, jejak kontaminan dalam tanah tercemar, resiko ekologi. dan waktu untuk proses remediasi yang diperlukan dapat dihitung melalui persamaan-persamaan pada Tabel 5. Masing-masing fitoproses tersebut menunjukkan aktivitas tumbuhan dalam menyerap, mengakumulasi, dan mentransfer kontaminan pada jaringan tubuh tumbuhan yang lain.

Tabel 5. Persamaan Fitoproses Pada Tumbuhan Untuk Remediasi Tanah Tercemar
Fitoproses
Persamaan
Biokonsentrasi (BCF) 1)
 BCF = Cs/Ct
dimana:
 Cr = konsentrasi kontaminan dalam tumbuhan
 Ct = konsentrasi kontaminan dalam media tumbuhnya
Bioakumulasi (BAF)1)
BAF = Cs/Cl
dimana:
 Cs = konsentrasi kontaminan dalam tumbuhan
 Cl = konsentrasi kontaminan di lingkungan media tumbuhnya
Translokasi (TF) 1)
 TF = Cx/Cy
dimana:
Cx = konsentrasi kontaminan di akar tumbuhan
Cy = konsentrasi kontaminan di bagian tumbuhan yg lain
Transpirasi (Tr) 1)
Tr = ET/E
dimana:
ET= evapotranspirasi
E = evaporasi
Ekstraksi kontaminan2)
Ekstraksi kontaminan (µg/tumbuhan)
= Cl x Bi       
dimana:   
Cl = konsentrasi kontaminan di jaringan tubuh tumbuhan
Bi = biomassa tumbuhan            
% Remediasi3)
% kontaminan yang dapat dihilangkan oleh 1 tanaman

% remediasi = (Cr x Bi/Ct x Ma) x 100%
atau
 % remediasi =(BCF x Bi)/Ma x 100%

dimana:
Cr = konsentrasi kontaminan di akar tumbuhan          
Bi = biomassa tumbuhan
Ct = konsentrasi kontaminan dalam tanah                
BCF = Faktor biokonsentrasi
Ma = Massa tanah di sistem perakaran tumbuhan           
Waktu remediasi2)

Waktu remediasi (thn) = (Ct x Mt)/Cs x Bs x n
dimana:
Cs = konsentrasi kontaminan di batang tumbuhan
Ct = konsentrasi kontaminan dalam tanah              
Bs = biomass batang tumbuhan
Mt = massa tanah                                                   
 n = frekuensi panen tumbuhan
Sumber:
1) Mangkoedihardjo dan Samudro, 2010; 2) Zhang et al., 2010; 3) Zhao et al., 2003

Pada mekanisme fitoremediasi, perpindahan zat dari media tumbuhan ke dalam tumbuhan melalui proses transpirasi dapat mengakumulasi zat dalam tumbuhan. Potensi akumulasi zat dalam tumbuhan dapat diprediksi dari faktor biokonsentrasi (BCF) dan koefisien partisi oktanol air (Pow) (Mangkoedihardjo dan Samudro, 2010).  Adanya hubungan transpirasi dan bioakumulasi pada tumbuhan dapat diketahui dari proses penyerapan polutan yang sekaligus disertai oleh penyerapan air (H2O) dan oksigen (O2) yang ada pada tanah. Polutan, air dan O2 akan terbawa menuju batang di dalam jaringan xylem dan kemudian terakumulasi pada batang.

Gambar 1. Mekanisme Fitoremediasi (Rock et al., 2012)

Pada tanah yang terkontaminasi oleh banyak pencemar, BAF dan BCF mempunyai hubungan yang sangat penting. Apabila nilai BAF atau BCF rendah, maka dapat dijadikan petunjuk bahwa pencemar mengalami transformasi dalam tumbuhan atau lepas ke udara mengikuti aliran transpirasi. Namun jika nilai BAF atau BCF tinggi, maka pencemar dapat diindikasikan telah terakumulasi ke dalam tumbuhan (Mangkoedihardjo dan Samudro, 2010).   Pada kondisi tertentu, seperti ketika jenis polutan tergolong completely water soluble, nilai BCF akan sama dengan nilai BAF. Hal ini dikarenakan polutan yang completely water soluble akan lebih mudah diserap oleh tumbuhan, baik dari tanah, atau lingkungan sekitar media tumbuhnya.

4.1.   TUMBUHAN HYPERACCUMULATOR
Hyperaccumulator pada umumnya digunakan untuk mendefinisikan kemampuan tumbuhan mengakumulasi logam berat dalam jumlah yang sangat besar di bagian jaringan tubuhnya (Marques et al., 2009). Hipertoleransi terhadap kontaminan merupakan kunci utama dari tumbuhan dan merupakan bagian genetik dari tumbuhan tersebut. Karakteristik tumbuhan hyperaccumulator menurut beberapa studi terdahulu, antara lain:
a.         Konsentrasi logam yang ada pada batang tumbuhan harus > 1% (untuk Zn dan Mn); >0,1% (untuk Al, As, Se, Ni, Co, Cr, Cu, dan Pb), dan > 0,01% untuk Cd (Baker dan Brooks, 1989 dalam Marques et al., 2009).
b.        Nilai faktor translokasi (TF > 1) (McGrath dan Zao, 2003 dalam Marques et al., 2009).
c.         Nilai faktor bioakumulasi (BAF > 1) (McGrath dan Zao, 2003 dalam Marques et al., 2009).
Hiperakumulasi logam berat pada tumbuhan tergantung pada jenis tanaman, kondisi tanah (pH, kandungan bahan organik, kapasitas ion exchange, dll), serta tipe dari logam berat itu sendiri (Sarma, 2011). Kemampuan hiperakumulasi tumbuhan bersifat spesifik untuk masing-masing tumbuhan, dalam hal ini gen spesies tumbuhan memiliki kontribusi dalam hiperakumulasi dan transport logam.
Tumbuhan memiliki gen yang dapat memproduksi enzim seperti metal tolerance protein yang berfungsi untuk detoksifikasi dan karakteristik toleran tumbuhan terhadap logam. Tumbuhan juga mempunyai phytochelatins yang diproduksi oleh enzim phytochelatin synthase serta antioxidative defense system yang dapat berguna untuk detoksifikasi logam dan melindungi tumbuhan dari stres akibat pengaruh logam berat (Sarma, 2011).


FAKTOR BIOKONSENTRASI (BCF), BIOAKUMULASI (BAF), DAN TRANSLOKASI (TF) BEBERAPA TUMBUHAN DALAM MEREMOVAL LOGAM BERAT
       Berdasarkan penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Nazir et al. (2011), beberapa spesies tumbuhan dapat digunakan untuk meremoval logam berat dengan nilai BAC, TF, dan BCF yang bervariasi. Dilihat pada Tabel 6, masing-masing spesies mempunyai nilai BAC, TF, dan BCF yang spesifik untuk masing-masing jenis logam berat. Jenis tumbuhan hyperaccumulator pada Tabel 6 tersebut, dapat ditunjukkan oleh nilai BAC dan TF yang > 1.

Tabel 6. Contoh Nilai BAF, TF, dan BCF Beberapa Tumbuhan Terhadap Logam Pb, Cu, dan Zn


Sumber:  1) Nazir et al., 2011;   2) Mkumbo et al., 2012

*Keterangan: spesies tanaman yang berwarna biru termasuk ke dalam tanaman hyperaccumulator

5.         DASAR PEMILIHAN TUMBUHAN UNTUK FITOREMEDIASI
Beberapa faktor yang mendasari pemilihan tumbuhan untuk fitoremediasi, antara lain:
§   Apakah setiap tumbuhan bisa digunakan untuk fitoremediasi tanah
§   Faktor apa yang mendasari perbedaan kemampuan fitoremediasi tiap tumbuhan
§   Faktor apa yang mendasari perbedaan kemampuan fitoremediasi pada tiap kontaminan pada tiap tumbuhan
§   Apa pengaruh kontaminan tanah terhadap fisiologis dan perkembangan tumbuhan
§   Jenis dan sifat kontaminan
§   Konsentrasi kontaminan
§   Kedalaman dan persebaran kontaminan pada profil tanah
§   Lokasi lahan tercemar (apakah lahan bekas aktivitas, lahan yang sedang digunakan untuk aktivitas, atau lahan yang akan digunakan untuk aktivitas).

5.1.   PENINGKATAN KINERJA PROSES FITOREMEDIASI
Peningkatan kinerja proses fitoremediasi dipengaruhi oleh adanya hubungan simbiosis antara jamur mycorrhizal, bakteri pendukung pertumbuhan tumbuhan, dan akar tumbuhan. Jamur mycorrhizal dapat meningkatkan toleransi tumbuhan pada stres akibat masuknya kontaminan dalam tanah, sedangkan bakteri dapat mengurangi tingkat stres yang ada dalam tanah serta menguraikan logam-logam berat atau kontaminan lain dalam tanah (lihat Tabel 7).

Tabel 7. Beberapa Contoh Spesies Bakteri dan Efeknya Pada Tumbuhan
Sumber: Marques et al., 2009.

6.         PASCA REMEDIASI
6.1.   MONITORING
Selama proses remediasi, monitoring harus dilakukan untuk mengetahui sejauh mana proses remediasi telah berlangsung, mengetahui perbandingan sebelum dan sesudah proses remediasi, serta untuk menguji apakah terjadi efek rebound. Pada umumnya proses fitoremediasi akan berlangsung antara 3-4 tahun (Gawel, 2006). Apabila selama proses tersebut terjadi suatu kendala, maka dapat dilakukan penyesuaian untuk meningkatkan kinerja proses. Selanjutnya proses verifikasi harus dilakukan secara bertahap untuk menganalisa pencapaian proses remediasi sesuai kriteria jangka pendek, menengah, dan jangka panjang (Bone, 2010).
Tabel 8. Proses Monitoring
No
Waktu Monitoring
Deskripsi
1
Tahun Ke-1
Pengontrolan gulma pada tanah remediasi
2
Tahun Ke-2
Analisis konduktivitas listrik, persentase agregasi, dan bioaktivitas. Setidaknya pada tahun ke-2, proses remediasi telah berjalan 40-50%. Pengontrolan gulma tetap dilakukan 2-3 kali/thn.
3
Tahun ke-3
Analisis konduktivitas listrik, persentase agregasi, dan bioaktivitas pada titik sampel. Catat jenis dan tingkat pertumbuhan tumbuhan. Pada tahun ke-3, proses remediasi setidaknya sudah mencapai 70-100%.
4
Tahun ke-4
Proses remediasi harus sudah selesai dan tujuannya tercapai. Jika belum, maka perlu dilakukan evaluasi ulang pada kondisi tanah, jenis kontaminan, dan faktor penghambat remediasi lainnya. Lakukan penyesuaian, seperti pengolahan tambahan jika diperlukan.
Sumber: Gawel, 2006.

6.2.   PENUTUPAN LAHAN
Evaluasi akan menentukan kapan suatu kawasan/lahan yang tercemar harus ditutup. Beberapa kriteria yang menunjukkan bahwa proses remediasi telah berjalan komplit, antara lain:
a.       Pertumbuhan tumbuhan
b.      Agregasi tanah à Good (ada 60% agregasi), Excellent (tanah memiliki kualitas agregasi tanah kebun/taman)
c.       Bioaktivitas tanah à Good (bau tanah cukup jelas), Excellent (bau tanah sangat jelas)
d.      Konduktivitas elektrik à sesuai petunjuk, EC = 1080 µS/cm

6.3.   PENANGANAN TUMBUHAN
Teknologi yang potensial diterapkan untuk penanganan tumbuhan pasca remediasi cukup bervariasi. Jika ditinjau berdasarkan faktor biokonsentrasi (BCF) tumbuhan, maka jenis-jenis teknologi dapat dibedakan seperti yang terlihat pada Tabel 9.

Tabel 9. Penanganan Tumbuhan Pasca Remediasi


Sumber: Mangkoedihardjo dan Samudro, 2010.


7.         DAFTAR PUSTAKA
Bone. B. 2010. Verification of Remediation of Land Contamination. Environment Agency, Rio House, Waterside Drive, Aztec West, Almondsbury, Bristol.
Brandon, E. 2013. Global Approaches to Site Contamination Law. Springer Science and Business Media, Dordrecht, the Netherlands.
European Environment Agency. 2007. Progress in Management of Contaminated Sites. European Environment Agency, Denmark.
Gawel, L. J.  2006. A Guide for Remediation of Salt/Hidrocarbon Impacted Soil. North Dakota Industrial Commission, Brismarck, North Dakota, USA.
Interstate Technology and Regulatory Cooperation (ITRC) Work Group. 2001. Phytotechnology Technical and Regulatory Guidance Document. Interstate Technology and Regulatory Council, USA.
Mangkoedihardjo, S. dan Samudro, G. 2010. Fitoteknologi Terapan. Graha Ilmu, Yogyakarta.
Marques, A.  Rangel, A., dan Castro, P. 2009. Remediation of heavy metal contaminated soils: Phytoremediation as a potentially promising clean up technology. Critical Reviews in Environmental Science and Technology, Vol. 39, hal. 622-654.
Mkumbo, S., Mwegoha, W., dan Renman, G. 2012. Assessment of the phytoremediation potential for Pb, Zn, and Cu of indigenous plant in a gold mining area in Tanzania. International Journal of Environmental Sciences, Vol. 2 Issue 4, hal. 2426-2434.
Nazir, A., Malik, R. N., Ajaib, M., Khan, N., Siddiqui, M. F. 2011. Hyperaccumulators of heavy metals of industrial areas of Islamabad and Rawalpindi. Pakistan Journal of Botany, Vol. 43 Issue 4, hal. 1925-1933.
Pivetz, B. E. 2001. Phytoremediation of Contaminated Soil and Groundwater at Hazardous Waste Sites. US Environmental Protection Agency, USA.
Rock. S, Tsao. D, Geller. K. 2012. Harnessing Plants for Environmental Work: Phytotechnologies from the Ground Up. Workshop on Phytotechnologies as Remediation for Contaminated Sites.
Sarma, H. 2011. Metal Hyperaccumulation in Plants: A Review Focusing on Phytoremediation Technology. Environmental Science and Technology, Vol. 4 Issue 2, hal. 118- 138.
Zhang, X., Xia, H., Li, Z., Zhuang,P., dan Gao, B. 2010. Potential of four grasses in remediation of Cd and Zn contaminated soils. Bioresource Technology, Vol. 101, hal. 2063-2066.
Zhao, F.J., Lombi, E., dan McGrath, S. P. 2003. Assessing the potential for zinc and cadmium phytoremediation with the hyperaccumulator Thlaspi caerulescens. Plant and Soil, Vol. 240, hal. 37-43.